Menginjak Perjalanan Seperempat Abad
Maret 24, 2023Hari ini tepat hari ke dua Ramadhan , saya ambil cuti kerja karena sebetulnya saya harusnya ada di Jogja, tetapi kemarin saya memutuskan untuk tidak jadi berangkat karena masya Allah Puasa Ramadhan memang lagi panas banget hehe, akhirnya tiket perjalanan jogja ku hanguss...
Bagi saya, usia ini begitu spesial bukan karena daftar pencapaian yang saya raih dalam seperempat abad hidup saya, bukan juga karena banyak perubahan yang terjadi dalam diri dan hidup saya. Tetapi karena di usia ini akhirnya saya bisa mensyukuri, menerima diri dan hidup saya seutuhnya. Akhirnya saya bisa menemukan kelebihan diri saya yang selama ini selalu ada di depan mata, tapi gagal untuk saya sadari karena saya yang terlalu fokus untuk menutupi kekurangan saya.
Akhirnya saya bisa menemukan lebih banyak pembelajaran yang sempat saya sesalkan sebagian dari masa lalu saya.
Banyak orang menjadikan usia dua puluh lima itu sebagai salah satu acuan 'kualitas' hidup mereka. Sejauh mana mereka sudah mencapai mimpi mereka atau sejauh mana mereka menjadi diri yang lebih baik. Menduduki jabatan yang lebih tinggi. Membangun keluarga baru. Mendapatkan gaji yang lebih besar. .
Walaupun saya belum sepenuhnya yakin bahwa saya telah melewati krisis kepercayaan diri yang saya alami sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga tiga empat bulan yang lalu; namun saya bisa bilang bahwa di usia ini saya telah mencapai titik dimana saya merasa sangat bersyukur, dengan kadar yang sebelumnya enggak pernah setinggi sekarang, karena terlahir sebagai diri saya sendiri.
Saya sering merasa enggak percaya diri saat bertemu teman - teman saya sepulang kerja karena saya merasa kusam dan keringetan setelah naik transportasi umum. Saya merasa lebih senang naik kereta, MRT dan busway, karena saya bisa melihat lebih banyak kondisi sosial masyarakat selama perjalanan, karena membuat saya bisa lebih cepat sampai rumah walaupun harus berdiri lama atau berdesakkan; dibandingkan stuck dengan kemacetan selama berjam - jam dengan ditemani bunyi klakson yang memekakkan telinga.
Saya pernah beberapa kali me-nonaktifkan Instagram. Saya pernah merasa minder untuk membuka Instagram, karena merasa iri dengan kehidupan orang lain yang saya ikuti. Padahal saya tau bahwa sosial media hanyalah "permainan" yang enggak perlu dianggap terlalu serius, karena apa yang terlihat di dalamnya belum selalu benar, karena tombol like yang tertera hanyalah sebuah simbol yang hanya menjadi penghias 'wajah' kita di dalam sosial media, namun enggak merepresentasikan kualitas diri dan hidup seseorang yang sebenarnya.
Tapi kamu tau? Lama kelamaan saya lelah dan menyerah, karena aku merasa mengurangi rasa syukur dengan apa yang saya miliki, melupakan kelebihan yang saya miliki, dan memaksakan untuk menjadi seseorang yang terlihat seperti apa yang orang lain lihat, bukan yang sebenarnya saya jalani.
Playlist Favorite di Spotify - Album Manusia nya Tulus |
0 komentar